Jam kerja fleksibel kini menjadi salah satu strategi kunci dalam menarik dan mempertahankan talenta terbaik.
Tidak hanya mendukung keseimbangan hidup dan kerja, fleksibilitas juga terbukti meningkatkan produktivitas serta kepuasan kerja.
Artikel ini membahas lima contoh model jam kerja fleksibel yang telah diterapkan oleh banyak organisasi modern, lengkap dengan kelebihan, tantangan, dan contoh praktik terbaik.
1) Flextime – Datang dan Pulang Bisa Diatur Sendiri

Flextime adalah sistem kerja yang memberikan fleksibilitas kepada karyawan untuk menentukan sendiri jam mulai dan jam selesai kerja.
Dengan catatan, karyawan tetap memenuhi jam kerja total yang disepakati.
Sistem ini tidak berarti bekerja sesuka hati, melainkan bekerja dalam kerangka waktu fleksibel yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Cara Kerja Flextime: Core Hours dan Range Fleksibel
Model flextime biasanya memiliki dua komponen utama: core hours dan flextime range.
Core hours adalah periode waktu di mana seluruh anggota tim diharapkan hadir secara bersamaan, misalnya pukul 10.00–15.00.
Di luar core hours, karyawan bebas memilih waktu masuk dan pulang kerja selama total jam kerja harian (misalnya 8 jam) terpenuhi.
Sebagai contoh, seseorang bisa memilih mulai kerja pukul 07.00 dan selesai pukul 15.00, sementara yang lain memilih mulai pukul 10.00 dan selesai pukul 18.00.
Sistem ini memberikan keleluasaan tanpa mengorbankan kolaborasi tim.
Kelebihan:
- Meningkatkan work-life balance, terutama bagi yang memiliki tanggung jawab rumah tangga atau kegiatan lain di luar pekerjaan.
- Mengurangi stres akibat kemacetan karena bisa berangkat lebih pagi atau lebih siang.
- Meningkatkan produktivitas karena karyawan bekerja di waktu paling optimal versi mereka.
Kekurangan:
- Menantang dari sisi koordinasi jika anggota tim memiliki jadwal yang terlalu beragam.
- Tidak cocok untuk semua jenis pekerjaan, terutama yang membutuhkan kehadiran fisik secara bersamaan.
- Perlu sistem pelaporan dan absensi digital yang akurat untuk memastikan keadilan dan pengawasan.
Contoh Praktik Flextime di Perusahaan
Banyak perusahaan teknologi di Indonesia, termasuk startup digital, telah menerapkan flextime sebagai standar kerja.
Salah satu contoh adalah perusahaan SaaS yang memberikan range kerja pukul 07.00–11.00 sebagai jam masuk fleksibel, dengan core hours di antara pukul 11.00–15.00.
Dengan dukungan tools manajemen waktu seperti Kerjoo, pelacakan jam kerja karyawan tetap akurat dan transparan.
2) Compressed Workweek – Kerja Padat, Libur Lebih Cepat

Compressed workweek adalah model kerja yang memungkinkan karyawan menyelesaikan total jam kerja mingguan dalam jumlah hari kerja yang lebih sedikit.
Dengan kata lain, waktu kerja diperpendek dalam jumlah hari, namun dipadatkan dalam durasi jam kerja harian.
Model Populer: 4x10, 9/80, dan Variasinya
Terdapat beberapa variasi umum dalam compressed workweek:
- 4x10: Empat hari kerja, masing-masing 10 jam, dan tiga hari libur (biasanya Jumat atau Senin).
- 9/80: Bekerja 80 jam dalam 9 hari, dengan satu hari libur tambahan setiap dua minggu.
- 5-4/9: Pola kerja 9 hari selama dua minggu; satu minggu bekerja 5 hari, minggu berikutnya 4 hari.
Model ini tidak mengurangi total jam kerja, hanya mendistribusikannya secara berbeda.
Dalam konteks ini, efektivitas tergantung pada jenis pekerjaan dan kesiapan organisasi.
Model ini cocok diterapkan pada pekerjaan yang bersifat project-based, dengan fokus hasil kerja, bukan kehadiran fisik.
Industri kreatif, IT, dan manufaktur tertentu dapat mengadopsi skema ini untuk mengurangi biaya operasional sekaligus memberikan insentif berupa tambahan hari libur kepada karyawan.
Selain itu, compressed workweek sangat relevan bagi perusahaan yang ingin mengurangi jejak karbon operasional dengan menurunkan frekuensi penggunaan listrik, transportasi, dan fasilitas kantor.
3) Hybrid Working – Kombinasi WFO dan Remote

Hybrid working adalah pola kerja yang mengombinasikan bekerja dari kantor (WFO) dan bekerja dari jarak jauh (remote working).
Model ini menjadi salah satu solusi jangka panjang setelah banyak perusahaan menyadari efisiensi kerja tidak selalu bergantung pada lokasi.
Versi Hybrid: Fixed Schedule vs Flexible Days
Hybrid working hadir dalam dua pendekatan utama:
- Fixed Hybrid: Jadwal bekerja dari kantor dan remote ditetapkan secara tetap. Misalnya, WFO setiap Senin dan Rabu, sisanya remote.
- Flexible Hybrid: Karyawan bebas memilih hari untuk WFO dan remote, sesuai kebutuhan proyek dan koordinasi tim.
Perusahaan bisa memilih pendekatan yang paling sesuai dengan budaya kerja, jenis industri, dan preferensi tim.
Manfaat bagi karyawan:
- Fleksibilitas tinggi tanpa kehilangan akses ke kolaborasi langsung di kantor.
- Mengurangi stres perjalanan harian.
- Memungkinkan pengaturan waktu kerja yang lebih personal.
Manfaat bagi perusahaan:
- Efisiensi biaya operasional kantor.
- Meningkatkan retensi karyawan dan menarik talenta dari lokasi geografis yang lebih luas.
- Mendorong budaya kerja berbasis hasil, bukan hanya kehadiran.
Tantangan dan Solusi Implementasi
Hybrid working bukan tanpa tantangan.
Koordinasi lintas lokasi dapat menyebabkan miskomunikasi, kehilangan momentum kerja, atau kesenjangan antar tim.
Solusinya adalah dengan mengandalkan tools kolaborasi dan tracking kerja seperti:
- Kerjoo untuk absensi dan timesheet otomatis.
- Slack untuk komunikasi harian.
- Notion atau Trello untuk manajemen proyek tim.
Penting juga menetapkan SOP hybrid working, termasuk aturan kehadiran, komunikasi, dan pelaporan, agar semua pihak memiliki ekspektasi yang jelas.
4) Remote Working – Kerja dari Mana Saja, Kapan Saja

Remote working adalah sistem kerja di mana karyawan tidak perlu hadir secara fisik di kantor untuk menjalankan tugasnya.
Berbeda dengan hybrid, model ini memungkinkan karyawan bekerja sepenuhnya dari jarak jauh.
Jika hybrid merupakan kombinasi antara WFO dan remote, maka remote working adalah sistem kerja sepenuhnya jarak jauh, baik dari rumah, coworking space, atau lokasi mana pun selama mendukung produktivitas.
Remote working mengandalkan kepercayaan, teknologi, dan outcome-based management.
Komunikasi asinkron, pelaporan berbasis hasil, dan digitalisasi proses menjadi kunci keberhasilan sistem ini.
Contoh Perusahaan yang Sukses Mengadopsi Remote
Beberapa perusahaan global seperti Buffer, Automattic, dan GitLab telah menerapkan 100% remote sejak awal berdiri.
Di Indonesia, sejumlah startup digital juga mulai mengadopsi sistem ini secara permanen, terutama setelah pandemi membuka kesadaran akan efektivitas kerja jarak jauh.
Tools Pendukung Remote Working
Agar sistem remote berjalan efektif, perusahaan perlu menggunakan berbagai tools digital seperti:
- Kerjoo: Monitoring waktu kerja, absensi, dan laporan harian.
- Slack / Microsoft Teams: Komunikasi harian.
- Asana / ClickUp: Manajemen proyek lintas tim.
- Google Workspace / Notion: Kolaborasi dokumen dan penjadwalan
5) Shift Swap & Job Sharing – Tukar Jadwal dan Bagi Tugas

Shift swap dan job sharing adalah dua model fleksibilitas kerja yang umum diterapkan dalam pekerjaan berbasis shift dan layanan langsung.
Misalnya customer service, tenaga medis, dan tim operasional.
- Shift swap memungkinkan dua karyawan untuk saling bertukar jadwal kerja, selama disetujui oleh manajemen dan tidak mengganggu operasional.
- Job sharing adalah sistem di mana satu posisi dibagi oleh dua orang, masing-masing bekerja secara paruh waktu dan berkoordinasi untuk memastikan kelangsungan pekerjaan.
Kedua model ini memungkinkan fleksibilitas tingkat tinggi tanpa menurunkan kualitas layanan.
Shift swap dan job sharing ideal untuk posisi yang menuntut kehadiran fisik dan jadwal bergiliran, seperti:
- Customer support 24/7
- Tenaga medis (perawat, dokter jaga)
- Retail dan sales outlet
- Industri logistik
Penerapan dua sistem ini memerlukan aturan jelas terkait:
- Prosedur persetujuan swap
- Dokumentasi jadwal dan pelaporan
- Komunikasi antar karyawan dalam satu posisi (job sharing)
Tantangan utama adalah konsistensi dan tanggung jawab bersama, terutama dalam model job sharing yang memerlukan komunikasi intens dan pembagian kerja yang adil.

Tips Menentukan Jadwal Fleksibel yang Tepat
Menentukan sistem kerja fleksibel yang paling sesuai tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Setiap perusahaan memiliki budaya kerja, kebutuhan operasional, serta jenis pekerjaan yang berbeda.
Oleh karena itu, memilih model fleksibilitas kerja harus dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah faktor strategis agar implementasinya berjalan lancar dan memberikan manfaat maksimal.
Beberapa pertimbangan penting dalam menentukan sistem kerja fleksibel antara lain:
- Karakteristik pekerjaan: Tidak semua posisi cocok untuk sistem remote atau flextime. Pekerjaan yang sangat kolaboratif atau membutuhkan pengawasan langsung mungkin lebih cocok dengan hybrid atau fixed schedule.
- Ketersediaan teknologi pendukung: Tanpa sistem digital yang kuat, fleksibilitas bisa menjadi bumerang. Absensi otomatis, pelacakan kerja, hingga platform komunikasi adalah infrastruktur utama.
- Kematangan organisasi: Perusahaan dengan budaya kerja berbasis hasil dan kepercayaan memiliki peluang sukses lebih besar dalam menerapkan sistem fleksibel.
Pentingnya Komunikasi Sejak Awal
Komunikasi terbuka antara karyawan dan pihak manajemen menjadi elemen krusial. Setiap sistem yang fleksibel membutuhkan kesepakatan dua arah, bukan hanya keputusan top-down.
Beberapa hal yang perlu dibahas secara transparan sejak awal:
- Jam kerja yang disepakati
- Target dan KPI yang harus dicapai
- Aturan terkait ketersediaan selama jam kerja
- Prosedur pelaporan harian atau mingguan
Dengan komunikasi yang baik, potensi miskomunikasi atau ekspektasi yang tidak sejalan dapat diminimalkan sejak awal.
Negosiasi yang Perlu Dilakukan
Karyawan perlu mengetahui bahwa fleksibilitas adalah bentuk tanggung jawab, bukan hak mutlak.
Dalam diskusi dengan HR atau atasan, penting untuk menyampaikan alasan rasional serta kesiapan pribadi dalam menjalankan sistem kerja fleksibel.
Beberapa poin negosiasi yang umum meliputi:
- Hari kerja di kantor dan hari kerja remote
- Jam kerja fleksibel dan core hours
- Ketersediaan selama rapat atau koordinasi rutin
Sistem kerja fleksibel yang disepakati bersama akan jauh lebih efektif karena masing-masing pihak memahami peran dan tanggung jawabnya secara jelas.
Bagaimana Kerjoo Bisa Bantu Manajemen Jam Kerja Fleksibel?
Dalam sistem kerja fleksibel, kebutuhan terhadap teknologi pendukung menjadi sangat penting.
Salah satu solusi yang bisa diandalkan adalah Kerjoo, platform manajemen waktu dan absensi berbasis digital yang dirancang untuk menjawab tantangan sistem kerja modern.
Kerjoo menghadirkan sejumlah fitur yang sangat relevan dengan kebutuhan perusahaan yang menerapkan skema kerja fleksibel, seperti:
- Absensi online berbasis lokasi dan foto: Memungkinkan pelacakan kehadiran meski karyawan tidak berada di kantor.
- Timesheet otomatis: Mencatat aktivitas harian, jam mulai dan selesai kerja, serta laporan pekerjaan secara real-time.
- Laporan kerja terstruktur: Memudahkan atasan dan HR dalam memantau performa dan produktivitas tim secara transparan.
- Absensi berdasarkan pemenuhan jam kerja: Memungkinkan perusahaan mengatur pola kerja tanpa terikat jam kerja (misalnya 8 jam per-hari)
Semua fitur ini diakses melalui platform cloud yang dapat digunakan baik di desktop maupun mobile, memastikan kemudahan akses di mana pun.
Adaptif dengan Berbagai Skema Kerja
Kerjoo dirancang untuk menyesuaikan diri dengan berbagai model kerja fleksibel, mulai dari:
- Flextime
- Hybrid working
- Remote working
- Shift system dan job sharing
Penggunaannya sangat fleksibel karena administrator dapat mengatur berbagai konfigurasi jadwal kerja, cuti, lembur, hingga monitoring kerja berdasarkan proyek tertentu.

FAQ Seputar Jam Kerja Fleksibel
Beberapa pertanyaan terkait contoh jam kerja fleksibel antara lain:
- Apakah semua perusahaan bisa menerapkan jam fleksibel?
Tidak semua. Jam kerja fleksibel sangat tergantung pada jenis industri, karakteristik pekerjaan, dan kesiapan infrastruktur teknologi.
Namun banyak sektor dapat mengadopsi model tertentu secara bertahap.
- Apa beda remote working dan hybrid working?
Remote working sepenuhnya bekerja dari luar kantor, tanpa kehadiran fisik.
Hybrid working menggabungkan kerja dari kantor dan dari rumah atau tempat lain secara bergantian, tergantung kebijakan perusahaan.
- Bagaimana cara HR memonitor jam kerja fleksibel?
Dengan menggunakan sistem pelacakan digital seperti Kerjoo, HR dapat memantau jam kerja, absensi, dan kinerja tim secara real-time, meskipun karyawan bekerja dari lokasi berbeda.
- Apakah kerja fleksibel bisa mengurangi produktivitas?
Tidak, selama dijalankan dengan sistem dan komunikasi yang jelas.
Justru banyak penelitian menunjukkan fleksibilitas bisa meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja.
- Apa saja fitur Kerjoo yang mendukung fleksibilitas kerja?
Kerjoo menyediakan absensi online berbasis lokasi, timesheet otomatis, pelaporan kerja harian, integrasi jadwal shift, dan dashboard performa.
Semuanya dirancang untuk mendukung sistem kerja yang fleksibel dan efisien.
Kesimpulan
Jam kerja fleksibel bukan lagi sekadar tren sementara, tetapi sudah menjadi bagian dari strategi jangka panjang organisasi modern.
Contoh jam kerja fleksibel dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan budaya kerja yang menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan kerja.
Model seperti flextime, compressed workweek, hybrid, remote, dan shift swap bukan hanya menawarkan kenyamanan, tetapi juga membuka jalan bagi peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, dan kepuasan kerja yang lebih tinggi.
Solusi digital seperti Kerjoo menjadi jembatan penting dalam memastikan sistem ini berjalan dengan baik, dengan fitur-fitur yang menjawab kebutuhan kerja lintas tempat dan waktu.
Organisasi yang mampu memadukan fleksibilitas dengan tanggung jawab, dan teknologi dengan budaya kerja, akan menjadi pemimpin dalam lanskap kerja masa depan.