Gig Economy dan Dampaknya pada Dunia Kerja: Peluang dan Tantangan bagi HR

Gig economy sebenarnya adalah win-win solution—namun juga punya banyak tantangan dan perlu dikelola dengan strategi HR yang tepat.

gig economy

Daftar Isi

Pernah mendengar istilah gig economy? Kalau masih asing, coba bayangin desainer grafis yang bisa kerja dari rumah, menyelesaikan proyek untuk klien dari luar negeri, sambil sesekali ngojek online buat tambahan penghasilan.

Nah, itulah dunia kerja baru yang sekarang mulai kita jalani—gig economy.

Secara sederhana, gig economy adalah sistem kerja berbasis proyek.

Orang yang bekerja di dalamnya sering disebut sebagai gig worker—freelancer, kontraktor, atau mitra independen yang mengambil pekerjaan jangka pendek atau berdasarkan kebutuhan.

Mckisney bahkan melaporkan ada 36% pekerja freelance dan tidak terikat dengan jam kantor 9 to 5.

Di satu sisi, pekerja freelance ini juga menginginkan stabilitas pekerjaan.

Aplikasi absensi online Kerjoo akan membahas apa saja dampak gig economy, peluang dan tantangan bagi HR di dunia kerja.

Peluang Gig Economy bagi Perusahaan dan Karyawan

gig economy

Berbicara peluang, gig economy sebenarnya adalah win-win solution—baik bagi perusahaan maupun karyawan.

Kenapa begitu? Mari kita bahas satu per satu.

Bagi Perusahaan

Perusahaan yang beradaptasi dengan model gig punya keuntungan kompetitif, misalnya:

Pertama, akses ke talenta global dan tidak perlu merekrut karyawan tetap untuk semua posisi. Butuh developer Python untuk satu bulan?

Tinggal buka platform seperti Toptal atau Upwork. Langsung dapet kandidat berkualitas tanpa perlu onboarding panjang.

Kedua, ada efisiensi biaya operasional.

Anda tidak perlu membayar gaji bulanan, tunjangan tetap, atau biaya kantor fisik. Biaya hanya keluar saat ada proyek. Fleksibel dan jauh lebih hemat, terlebih untuk startup yang belum punya banyak modal.

Ketiga, skalabilitas tim jadi lebih mudah. Anda bisa cepat menambah atau mengurangi jumlah tenaga kerja sesuai kebutuhan proyek.

Gig economy sangat cocok banget untuk industri yang dinamis seperti e-commerce, teknologi, dan media digital.

gig economy

Bagi Karyawan

Nah, dari sisi pekerja, gig economy juga punya banyak kelebihan. Yang paling terasa tentu saja fleksibilitas waktu dan lokasi kerja.

Gig worker bisa kerja sambil traveling, ngurus anak, atau bahkan sambil kuliah. Nggak ada lagi stres macet pagi-sore demi absen tepat waktu.

Selanjutnya, ada peluang pendapatan ganda.

Seorang content writer bisa punya tiga klien sekaligus dari berbagai industri. Artinya, pendapatan bisa dikustom sesuai usaha dan jam kerja pribadi.

Dan yang paling menarik, gig worker punya otonomi penuh atas kariernya.

Mereka bisa memilih proyek yang sesuai minat, menolak pekerjaan yang tidak cocok dan mengatur beban kerja sendiri. Ini memberi rasa kepemilikan dan kebebasan yang sering kali hilang di pekerjaan konvensional.

Meskipun gig worker juga menginginkan pekerjaan tetap, namun fenomena ini bisa menjadi peluang di tengah dunia kerja yang makin berubah cepat.

Tantangan Gig Economy dalam Dunia Kerja Modern

gig economy

Tapi, seperti dua sisi koin, gig economy juga punya banyak tantangan—baik bagi pekerja maupun perusahaan. Dan ini bukan tantangan kecil.

Pertama, jaminan sosial dan benefit standar seringkali tidak tersedia.

Gig worker umumnya tidak mendapatkan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, cuti berbayar, atau Tunjangan Hari Raya (THR).

Padahal, hal-hal ini penting untuk perlindungan jangka panjang. Akibatnya, banyak gig worker yang rentan secara finansial dan kesehatan.

Kedua, tingkat turnover yang tinggi. Karena tidak terikat secara formal, banyak gig worker berpindah-pindah proyek dengan cepat.

Ketiga, koordinasi tim bisa jadi tantangan besar. Beda zona waktu, budaya kerja, bahkan bahasa bisa menghambat kolaborasi.

Apalagi kalau timnya campuran antara karyawan tetap dan gig worker. Bisa jadi ada miskomunikasi yang ujungnya menurunkan performa.

Keempat, ada kesenjangan komunikasi dan integrasi.

Gig worker kadang merasa “di luar lingkaran” karena tidak ikut rapat rutin, tidak punya email perusahaan, atau tidak diajak dalam diskusi tim. Rasa keterlibatan yang minim ini bisa berdampak pada motivasi dan hasil kerja.

Gig economy memang menawarkan fleksibilitas, tapi juga membawa kompleksitas baru dalam manajemen tenaga kerja.

Strategi HR dalam Mengelola Tenaga Kerja Gig Economy

gig economy

Di tengah perubahan lanskap kerja ini, peran HR jadi semakin krusial.

Bukan hanya sebagai administrator, tapi juga sebagai strategic partner dalam mengelola tenaga kerja hybrid—yang terdiri dari karyawan tetap dan gig worker.

Lalu, apa strategi HR yang relevan?

Pertama, HR perlu mendesain sistem onboarding yang cepat dan adaptif.

Gig worker tidak bisa disamakan dengan karyawan tetap.

Mereka butuh informasi yang jelas dan padat tentang tugas, tools, dan ekspektasi.

Proses onboarding yang ringkas tapi efisien bisa membuat mereka langsung produktif sejak hari pertama.

Kedua, penting untuk menggunakan kontrak kerja berbasis proyek yang transparan dan adil.

Kontrak harus mencakup ruang lingkup pekerjaan, tenggat waktu, standar hasil, dan pembayaran.

Semuanya harus ditulis jelas supaya tidak ada salah paham di kemudian hari.

Ketiga, HR perlu memastikan akses ke tools kerja yang memadai dan pelatihan teknis minimal.

Misalnya, kalau gig worker harus pakai platform manajemen proyek tertentu, pastikan mereka tahu cara pakainya.

Jangan anggap semua orang langsung paham teknologi perusahaan.

Keempat, bangun komunikasi dua arah.

Meski mereka bukan karyawan tetap, gig worker tetap perlu dilibatkan.

Undang mereka ke meeting yang relevan, kirim newsletter tim, atau buat grup komunikasi bersama. Ini akan membantu mereka merasa menjadi bagian dari tim.

Terakhir, HR harus mengembangkan sistem evaluasi berbasis output, bukan waktu kerja.

Fokusnya adalah pada hasil akhir, kualitas proyek, dan kepuasan klien internal. Feedback harus diberikan secara rutin agar gig worker bisa terus berkembang.

Regulasi dan Implikasi Hukum Terkait Gig Economy

gig economy

Salah satu tantangan terbesar dari gig economy adalah ketidakjelasan status hukum.

Apakah gig worker dianggap sebagai karyawan tetap, freelance, atau mitra bisnis?

Setiap status punya konsekuensi hukum yang berbeda, terutama terkait perlindungan hak dan kewajiban pajak.

Di Indonesia, banyak gig worker—terutama di sektor transportasi online—diklasifikasikan sebagai mitra, bukan karyawan.

Ini berarti mereka tidak otomatis mendapatkan BPJS atau hak-hak lain seperti THR. Tapi status ini masih sering jadi bahan perdebatan karena hubungan kerja yang nyaris menyerupai karyawan.

Masalah lain adalah kewajiban perpajakan.

Banyak gig worker belum paham bahwa penghasilan dari proyek freelance juga wajib dilaporkan ke pajak.

Di sisi lain, perusahaan pemberi kerja juga harus memastikan kepatuhan terhadap peraturan pajak saat membayar jasa tenaga freelance.

Yang terpenting, HR perlu paham dan taat pada regulasi yang berlaku, termasuk dalam penyusunan kontrak kerja, pajak, dan perlindungan ketenagakerjaan.

Compliance bukan cuma soal hukum, tapi juga soal membangun trust dan kredibilitas perusahaan di mata tenaga kerja fleksibel.


Kesimpulan

Gig economy bukan sekadar tren digital. Ini adalah realitas baru yang sedang membentuk ulang dunia kerja.

Di satu sisi, ia membuka peluang besar untuk efisiensi, fleksibilitas, dan akses talenta global. Tapi di sisi lain, juga membawa tantangan serius terkait regulasi, loyalitas, dan pengelolaan SDM.

Bagi HR, inilah saatnya untuk bertransformasi.

Kita tidak bisa lagi pakai strategi perekrutan dan manajemen lama untuk menghadapi struktur tenaga kerja yang dinamis.

Diperlukan pendekatan baru—yang adaptif, inklusif, dan berbasis hasil.

Mulai bangun sistem onboarding yang cepat. Tulis kontrak proyek yang adil. Ciptakan komunikasi dua arah.

Jangan lupa, pastikan kepatuhan hukum dan perlindungan sosial untuk gig worker.


FAQ Gig Economy

Beberapa pertanyaan terkait gig economy yang mungkin dapat membantu.

  1. Apa yang dimaksud dengan gig economy?

Gig economy adalah sistem kerja berbasis proyek atau tugas jangka pendek di mana pekerja tidak terikat sebagai karyawan tetap, tetapi bekerja secara fleksibel menggunakan platform digital.

  1. Apa keuntungan utama gig economy bagi perusahaan?

Keuntungannya termasuk efisiensi biaya, fleksibilitas tim, dan akses ke talenta global tanpa batasan lokasi fisik.

  1. Bagaimana tantangan terbesar dalam mengelola gig worker?

Tantangannya antara lain adalah koordinasi kerja, kurangnya jaminan sosial, loyalitas rendah, dan kesenjangan komunikasi dengan tim inti.

  1. Apakah gig worker memiliki perlindungan hukum di Indonesia?

Masih belum sepenuhnya jelas. Gig worker biasanya dikategorikan sebagai mitra, bukan karyawan tetap, sehingga perlindungan hukumnya terbatas dan bergantung pada regulasi terbaru.

  1. Apa yang bisa dilakukan HR untuk mengelola gig worker secara efektif?

HR dapat membuat sistem onboarding yang efisien, kontrak proyek yang jelas, komunikasi terbuka, serta evaluasi berbasis hasil untuk memastikan gig worker tetap produktif dan terlibat.

bg ads

Aplikasi Absensi Online

Gratis Trial 14 Hari