Perlukah Kontrak atau Kebijakan Khusus untuk Mencegah Karyawan Resign Setelah THR?

Alih-alih membuat aturan khusus yang membatasi karyawan resign setelah THR, Anda dapat menerapkan strategi retensi untuk membuat mereka lebih engage dengan perusahaan.

Kebijakan resign setelah THR

Daftar Isi

Sebagai HR, Anda mungkin bertanya-tanya "apaka perlu membuat kebijakan resign setelah THR untuk mencegah karyawan resign?"

Ini karena setiap tahunnya, banyak HR menghadapi tantangan sama: karyawan mengajukan resign tepat setelah menerima Tunjangan Hari Raya (THR).

Selain menjadi momentum refleksi perjalanan karier mereka, THR dianggap sebagai kompensasi terakhir sebelum pindah kerja.

Fenomena ini makin terasa menjelang pertengahan atau akhir tahun ketika banyak perusahaan mulai membuka rekrutmen baru.

Dampak terburuknya, tentu gangguan operasional perusahaan.

Namun bagaimana hukum THR di Indonesia, strategi retensi pasca-THR, dan cara mencegah turnover setelah THR?

Mari kita kupas lebih dalam, apakah aturan seperti ini bisa diterapkan secara hukum, serta strategi apa yang lebih efektif untuk menjaga karyawan tetap bertahan.

kerjoo adalah aplikasi absensi online terbaik untuk kelola ribuan karyawan

Apakah Perusahaan Boleh Membuat Aturan Khusus Terkait THR dan Resign?

Secara umum, perusahaan tidak bisa membuat aturan khusus yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan terkait THR dan pengunduran diri.

Anda tetap memerlukan strategi retensi lain untuk mempertahankan karyawan yang ingin resign setelah menerima THR.

Berikut adalah penjelasan dari Kerjoo:

Dasar Hukum Pemberian THR di Indonesia

THR adalah hak karyawan yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016.

Beberapa poin penting dari regulasi ini adalah:

  • THR wajib diberikan kepada karyawan yang telah bekerja minimal satu bulan.
  • Pembayaran THR dilakukan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
  • Tidak ada ketentuan bahwa karyawan harus bertahan di perusahaan setelah menerima THR.

Apakah Perusahaan Bisa Mewajibkan Karyawan Bertahan Setelah THR?

Berdasarkan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, tidak ada regulasi yang mengatur bahwa karyawan harus tetap bekerja setelah menerima THR.

Artinya, jika perusahaan membuat kontrak yang mengharuskan karyawan bertahan setelah THR, kebijakan tersebut bisa dianggap tidak sah dan berpotensi melanggar hak karyawan.

Selain itu, jika perusahaan memotong atau meminta pengembalian THR dari karyawan yang resign, hal ini bisa berisiko secara hukum.

Perusahaan yang menerapkan kebijakan ini bisa menghadapi tuntutan karena dianggap melanggar aturan ketenagakerjaan.

Dampak Hukum dan Etika dari Kontrak yang Membatasi Resign Setelah THR

Implikasi Hukum: Apakah Kebijakan Ini Dapat Diterapkan?

Sejauh ini, tidak ada aturan hukum yang mendukung kebijakan pembatasan resign setelah THR.

Jika perusahaan tetap ingin menerapkan kebijakan ini, maka harus memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan yang berlaku.

Perspektif Etika: Apakah Ini Fair bagi Karyawan?

Dari sisi etika, kebijakan ini juga bisa menimbulkan perdebatan.

Karyawan memiliki hak untuk mencari pekerjaan yang lebih baik sesuai dengan karier mereka.

Jika mereka dipaksa bertahan dengan ancaman pemotongan atau pengembalian THR, ini justru bisa berdampak negatif pada moral dan engagement karyawan.

Potensi Masalah dalam Implementasi Kebijakan Ini

  • Jika kontrak terlalu ketat, karyawan bisa mencari celah hukum untuk menghindarinya.
  • Bisa menciptakan ketidakpuasan di antara karyawan yang merasa terikat kontrak secara tidak adil.
  • Karyawan yang tidak puas bisa menurunkan produktivitas atau bahkan berdampak negatif pada budaya kerja perusahaan.

Alternatif Kebijakan yang Lebih Adil bagi Karyawan dan Perusahaan

Alih-alih membatasi resign, perusahaan dapat mencari strategi retensi yang lebih efektif dan adil.

Beberapa alternatif yang bisa diterapkan adalah:

1) Program Retensi dengan Insentif Jangka Panjang

Daripada membuat aturan ketat yang membatasi kebebasan karyawan, perusahaan bisa menawarkan bonus tambahan bagi mereka yang bertahan setelah THR.

Misalnya, perusahaan dapat memberikan bonus loyalitas kepada karyawan yang tetap bekerja minimal selama 6 bulan setelah THR, atau sampai kontrak mereka habis.

2) Kontrak dengan Bonus Loyalitas Berbasis Masa Kerja

Selain THR, perusahaan bisa menerapkan sistem insentif berbasis masa kerja. Misalnya:

  • Karyawan yang bertahan 6 bulan setelah THR mendapatkan tambahan bonus sebesar X% dari gaji mereka.
  • Karyawan yang bertahan 1 tahun mendapatkan tambahan insentif yang lebih besar.

Pendekatan ini lebih adil karena memberikan motivasi positif tanpa membatasi hak karyawan untuk resign.

3) Penguatan Employee Engagement untuk Mencegah Turnover

Faktor utama yang membuat karyawan bertahan bukan sekadar uang, tetapi juga lingkungan kerja yang nyaman dan suportif.

Perusahaan bisa meningkatkan engagement karyawan dengan cara:

  • Mengadakan survei kepuasan karyawan secara berkala.
  • Memberikan kesempatan komunikasi terbuka antara karyawan dan manajemen.
  • Menciptakan budaya kerja yang positif dan apresiatif.

4) Program Pengembangan Karier agar Karyawan Lebih Termotivasi Bertahan

Banyak karyawan resign bukan karena masalah THR, tetapi karena merasa tidak ada prospek karier yang jelas di perusahaan mereka.

Untuk mengatasi hal ini, perusahaan dapat menyediakan:

  • Program pelatihan dan pengembangan keterampilan.
  • Kesempatan promosi dan peningkatan karier yang transparan.
  • Program mentoring atau coaching untuk membantu karyawan berkembang.

Kesimpulan

Jadi, apakah Kontrak atau Kebijakan Pembatasan Resign setelah THR Perlu Diterapkan?

Dari sisi hukum maupun etika, kebijakan yang membatasi karyawan resign setelah menerima THR tidak disarankan.

Alih-alih menerapkan aturan yang ketat dan berisiko, perusahaan sebaiknya mencari strategi retensi yang lebih adil dan efektif.

Langkah-Langkah yang Bisa Dilakukan Perusahaan untuk Mencegah Turnover Pasca-THR:

  • Menyediakan insentif retensi berbasis masa kerja.
  • Memperkuat engagement karyawan melalui komunikasi yang terbuka dan transparan.
  • Mengembangkan program pengembangan karier untuk memberi alasan kuat bagi karyawan untuk bertahan.

Dengan menerapkan strategi yang lebih positif dan konstruktif, perusahaan bisa membangun lingkungan kerja yang lebih sehat dan mempertahankan karyawan terbaik tanpa harus melanggar aturan atau prinsip etika kerja.

bg ads

Aplikasi Absensi Online

Gratis Trial 14 Hari