DPP (Dasar Pengenaan Pajak) nilai dasari perhitungan pengenaan pajak PPN atau PPh di Indonesia.

Pengertian DPP pertama kali diresmikan melalui UU 8/1983 (sekarang telah mengalami lima kali perubahan) yang merupakan jumlah harga jual yang seharusnya diminta oleh penjual.

Oleh karena itu, cara perhitungan DPP akan sangat diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban wajib pajak.

Salah sedikit menentukan dasar pengenaan pajak, maka perhitungan pajak pun akan keliru secara keseluruhan.

Baca selengkapnya aplikasi absensi online Kerjoo untuk memahami apa itu DPP, komponen, dan fungsi dasar pengenaan pajak di Indonesia.

Prinsip Dasar dan Komponen Pembentuk DPP

Dasar penentuan DPP (Dasar Pengenaan Pajak) tentunya tidak ditentukan sembarangan dan perlu waktu penyesuaian.

Aturan dasar pengenaan pajak ini bahkan telah mengalami perubahan hingga lima kali.

Menurut perubahan kelima UU 8/1983 pemberlakuan DPP dilakukan untuk:

  • Menjamin kepastian hukum harga jual, nilai penggantian, nilai impor, dan ekspor.
  • Menjamin transparansi pembayaran pajak, yang mana setiap transaksi dikenakan pajak telah dilakukan secara adil.
  • Mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak mereka.

Komponen DPP (Dasar Pengenaan Pajak)

Setiap jenis pajak memiliki dasar pengenaan yang berbeda.

Tapi secara umum, DPP bisa dibentuk dari komponen-komponen berikut:

  • Harga Jual: Biasanya dipakai dalam PPN, mencakup semua biaya yang ditagih ke pembeli termasuk pajak yang dipungut.
  • Nilai Penggantian: Digunakan untuk jasa, termasuk semua biaya atau imbalan yang diterima penyedia jasa.
  • Nilai Impor/Ekspor: DPP untuk transaksi perdagangan internasional. Dalam impor, termasuk bea masuk dan pungutan lainnya.
  • Penghasilan Bruto: DPP untuk PPh tertentu seperti PPh Final atau PPh Pasal 21.
  • Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP): Diterapkan pada Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
  • Nilai Jual Objek Pajak (NJOP): Digunakan dalam perhitungan PBB.
  • Biaya/Pengeluaran Tertentu: Dalam beberapa kasus PPh, DPP adalah hasil dari penghasilan bruto dikurangi biaya tertentu yang sah.

Komponen ini tergantung pada jenis pajaknya, dan tidak semua berlaku seragam.

Oleh karena itu, penting bagi Wajib Pajak untuk memahami struktur DPP yang relevan dengan aktivitas ekonominya.

DPP dalam Berbagai Jenis Pajak di Indonesia

DPP (Dasar Perhitungan Pajak) saat ini telah berlaku sebagai dasar perhitungan berbagai jenis pajak di Indonesia.

Termasuk PPN, PPh, PBB, dan Pajak Bea Materai. Berikut adalah penjelasan dari Kerjoo.

DPP dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu pajak yang paling sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Nah, supaya bisa menghitung PPN dengan benar, kita harus tahu dulu apa itu DPP dalam konteks PPN.

DPP PPN merujuk pada nilai yang digunakan sebagai dasar penghitungan berapa besar PPN yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.

Ada beberapa komponen utama yang digunakan sebagai DPP dalam penghitungan PPN:

  • Harga Jual
  • Nilai Penggantian
  • Nilai Impor
  • Nilai Ekspor
  • Nilai Lain

Misalnya, sebuah perusahaan menjual barang dengan harga Rp 100 juta. Ini termasuk biaya pengiriman dan asuransi. Maka:

  • DPP = Rp 100.000.000
  • PPN (11%) = 11% x Rp 100.000.000 = Rp 11.000.000
  • Total yang Ditagihkan ke Pembeli = Rp 111.000.000

Dari sini terlihat bahwa DPP menjadi dasar dari segala perhitungan.

Kalau nilai DPP-nya salah, otomatis nilai PPN-nya pun meleset.


DPP dalam Pajak Penghasilan (PPh)

Berbeda dari PPN, Pajak Penghasilan (PPh) menggunakan pendekatan penghasilan untuk menghitung DPP-nya.

Dalam konteks ini, DPP umumnya adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu jumlah penghasilan setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan pengurang lainnya.

Namun, DPP dalam PPh bisa berbeda tergantung jenis pasal yang berlaku:

  • Untuk PPh Pasal 21, bisa berasal dari penghasilan bruto pegawai.
  • Untuk PPh Final, DPP bisa langsung dari omzet bruto (tanpa dikurangi biaya).
  • Untuk PPh Badan, DPP umumnya laba kena pajak perusahaan.

Untuk individu, penghitungan menuju DPP (PKP) adalah:

  • Penghasilan Bruto – Biaya Pengurang = Penghasilan Neto
  • Penghasilan Neto – PTKP = Penghasilan Kena Pajak (PKP = DPP PPh)

Contoh:

  • Gaji tahunan: Rp 120.000.000
  • Biaya jabatan (5% dari penghasilan, max Rp 6 juta): Rp 6.000.000
  • Penghasilan neto: Rp 114.000.000
  • PTKP (Orang pribadi belum menikah): Rp 54.000.000
  • DPP PPh (PKP): Rp 60.000.000

PPh-nya baru dihitung dari DPP sebesar Rp 60 juta.

DPP dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dalam PBB, yang jadi DPP bukan penghasilan atau harga jual, tapi nilai properti. Yakni:

  • NJOP (Nilai Jual Objek Pajak): Harga rata-rata pasar tanah dan bangunan.
  • NJKP (Nilai Jual Kena Pajak): Persentase tertentu dari NJOP, yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan PBB.

Saat ini, NJKP untuk tanah/bangunan perumahan adalah 40% dari NJOP.

NJOP ditentukan berdasarkan zona nilai tanah dan data bangunan di wilayah tersebut.

Semakin strategis atau mewah propertinya, NJOP-nya makin tinggi.

NJKP adalah persentase dari NJOP yang dihitung untuk mengenakan PBB.

Contoh:

  • NJOP = Rp 1.000.000.000
  • NJKP = 40% x Rp 1.000.000.000 = Rp 400.000.000
  • Tarif PBB = 0,5%
  • PBB Terutang = 0,5% x Rp 400.000.000 = Rp 2.000.000

Jika rumah Anda memiliki:

  • NJOP = Rp 600.000.000
  • NJOPTKP (Nilai Tidak Kena Pajak) = Rp 12.000.000
  • NJOP yang Dikenakan Pajak = Rp 588.000.000
  • NJKP = 40% dari NJOP = Rp 235.200.000
  • PBB Terutang = 0,5% x Rp 235.200.000 = Rp 1.176.000

DPP PBB dalam hal ini adalah NJKP, bukan NJOP langsung.

DPP dalam Pajak Bea Meterai

DPP dalam Bea Meterai cukup sederhana: yaitu nilai nominal yang tercantum dalam dokumen.

Ini berlaku untuk dokumen yang berisi nilai transaksi tertentu, seperti kuitansi, perjanjian, surat utang, dan lain-lain.

Per 2021, bea meterai yang berlaku adalah satu tarif tetap, yaitu Rp 10.000 untuk dokumen bernilai di atas Rp 5 juta. Contoh:

  • Kuitansi transaksi senilai Rp 6 juta → DPP-nya adalah Rp 6 juta → Dikenai bea meterai Rp 10.000
  • Perjanjian sewa menyewa dengan nilai kontrak Rp 50 juta → DPP-nya adalah nilai kontrak → Bea meterai: Rp 10.000

Simpel, tapi penting. Karena dokumen-dokumen ini bisa jadi alat bukti hukum, maka kewajiban bea meterai harus dipenuhi sesuai DPP-nya.

komponen perhitungan DPP terbaru
Contoh Perhitungan Dasar Pengenaan Terbaru

Pentingnya Memahami DPP bagi Wajib Pajak

Sebagai wajib pajak, memahami dasar pengenaan pajak akan memberikan manfaat, diantaranya:

Kepatuhan Pajak (Tax Compliance)

Salah satu kunci utama agar tidak tersandung masalah pajak adalah kepatuhan.

Dengan memahami DPP:

  • Perhitungan pajak jadi lebih akurat
  • Mencegah salah bayar atau underpayment
  • Menjaga hubungan baik dengan otoritas pajak

Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Selain aspek kepatuhan, pemahaman DPP juga menjadi bagian penting dari strategi perencanaan pajak yang cerdas.

Tax planning yang legal bertujuan untuk mengoptimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar aturan.

Dan ini hanya bisa dilakukan jika tahu bagaimana DPP memengaruhi jumlah pajak yang terutang. Misalnya:

  • Dengan mengetahui bahwa DPP PPh badan berasal dari laba bersih, perusahaan bisa mengelola biaya operasional secara optimal untuk mendapatkan penghasilan neto yang efisien pajak.
  • Dalam kasus UMKM dengan PPh Final 0,5%, pemahaman bahwa DPP adalah omzet membuat pengusaha bisa mengelola arus penjualan secara lebih bijak.

Perusahaan besar seringkali menyewa konsultan pajak untuk menyusun strategi ini.

Tapi untuk pelaku usaha kecil sekalipun, mengenal DPP bisa sangat membantu dalam pengambilan keputusan keuangan sehari-hari.

Mengelola Arus Kas

Dalam bisnis, cash flow adalah segalanya.

Bahkan usaha yang menguntungkan bisa kolaps jika tidak punya arus kas yang sehat. Salah satu elemen yang bisa mempengaruhi cash flow adalah pajak.

Karena pajak bersifat wajib dan memiliki jadwal jatuh tempo yang tetap, pengelolaan DPP dengan tepat bisa membantu perusahaan dalam mengatur kas dengan lebih terstruktur.Contohnya:

  • Dengan tahu berapa DPP PPN bulan ini, perusahaan bisa memperkirakan PPN yang harus disetor ke negara bulan depan.
  • Perhitungan PPh Badan berdasarkan laba juga memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan strategi pengeluaran agar tidak sampai terbebani pajak besar mendadak.

FAQ (Frequently Asked Questions) Seputar DPP

Di bawah ini merupakan pertanyaan mengenai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang telah Kerjoo rangkum dari berbagai sumber, antara lain:

  1. Apakah DPP selalu sama dengan harga transaksi?

Tidak selalu. Walau dalam banyak kasus DPP memang sama dengan harga transaksi (seperti dalam penjualan barang atau jasa untuk PPN), ada juga kondisi di mana nilai transaksi yang terlihat di dokumen bukanlah DPP sebenarnya.

Contohnya:

  • Dalam transaksi dengan pihak terafiliasi, nilai jual bisa disesuaikan untuk tujuan pajak menggunakan prinsip nilai pasar wajar.
  • Dalam PPN, kadang “nilai lain” digunakan sebagai DPP, contohnya pada penyerahan natura atau barang hibah yang tidak melibatkan uang.

Jadi penting untuk selalu merujuk ke aturan teknis tiap jenis pajak untuk menentukan apakah nilai transaksi bisa langsung digunakan sebagai DPP atau perlu penyesuaian.

  1. Apa bedanya DPP dengan tarif pajak?

Ini dua konsep yang sangat berbeda, meskipun saling berkaitan.

  • DPP adalah dasar nilainya—biasanya angka rupiah yang dihitung dari suatu transaksi atau kondisi ekonomi tertentu.
  • Tarif pajak adalah persentase yang dikenakan atas nilai DPP tersebut.

Contoh:

  • Jika DPP adalah Rp 100 juta, dan tarif PPN adalah 11%, maka pajak terutang adalah 11% dari Rp 100 juta = Rp 11 juta.

Jadi, DPP adalah “alasnya”, dan tarif pajak adalah “alat ukurnya”. Kombinasi keduanya menghasilkan pajak yang harus dibayar.

  1. Bagaimana cara mengetahui DPP untuk pajak tertentu?

Cara paling aman adalah merujuk ke:

  • Undang-undang perpajakan yang mengatur jenis pajak tersebut.
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) atau Peraturan Dirjen Pajak yang mengatur teknis penentuan DPP.
  • Konsultasi dengan konsultan pajak atau petugas KPP setempat jika kasusnya cukup kompleks.

Banyak informasi juga sudah tersedia di website resmi Direktorat Jenderal Pajak dan platform perpajakan lain seperti pajak.go.id atau aplikasi pihak ketiga.

  1. Apakah DPP bisa berubah-ubah?

Ya, DPP sangat mungkin berubah tergantung dari:

  • Perubahan nilai pasar: Misalnya, NJOP untuk PBB diperbarui setiap tahun oleh pemerintah daerah.
  • Regulasi baru: Pemerintah bisa mengubah cara penentuan DPP melalui revisi UU atau peraturan teknis.
  • Kondisi bisnis atau penghasilan: Dalam PPh, penghasilan tahunan bisa naik turun, sehingga DPP juga berubah.

Oleh karena itu, penting untuk selalu update dan mengikuti perkembangan peraturan pajak terkini.


Kesimpulan

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah dasar perhitungan pajak di Indonesia.

Tanpa pemahaman yang baik soal DPP, mustahil bisa menghitung pajak secara akurat dan sesuai aturan.

Bagi setiap Wajib Pajak—baik individu maupun badan usaha—memahami DPP adalah langkah pertama menuju kepatuhan dan pengelolaan pajak yang sehat.

DPP bukan sekadar teori, tapi aplikasi nyata dalam bisnis dan keuangan.

Karena pajak terus berkembang seiring dengan ekonomi dan regulasi, jangan lupa untuk selalu update.

Jangan segan baca UU, ikuti peraturan Dirjen Pajak, atau konsultasi dengan profesional jika dibutuhkan.

DPP yang tepat = pajak yang sehat.