Apa itu RUU Cipta Kerja?
RUU Cipta Kerja merupakan inisasi pemerintah untuk meyederhanakan birokrasi terkait iklim ekonomi dan investasi Indonesia.
Dikutip dari MK Humas RI, RUU Cipta Kerja sebenarnya adalah solusi untuk mengatasi birokrasi yang selama ini dirasa sudah tumpang tindih.
Pemerintah mengadaptasi prinsip Omnibus Law dengan menyederhanakan 76 aturan tumpang tindih menjadi satu aturan perundangan terpusat.
Harapannya, gagasan Cipta Kerja dapat meningkatkan daya tarik investasi Indonesia dan menjawab tantangan perekonomian global.
Meskipun menuai kontroversi, RUU Cipta Kerja telah melalui uji formil sebelum akhirnya menjadi Undang-Undang.
Baca selengkapnya artikel aplikasi absensi online Kerjoo untuk mempelajari poin penting RUU Cipta Kerja dan dampaknya pada dunia kerja.
Tujuan Utama RUU Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)
Sebelum membahas poin RUU Cipta Kerja, kita akan memahami tujuan rancangan regulasi ini.
Gagasan Cipta Kerja bertujuan untuk menata ulang regulasi iklim investasi dan perekonomian di Indonesia.
Dengan mengusung konsep Omnibus Law, regulasi ini diharapkan dapat mencapai tujuan pemerintah untuk:
Menciptakan Lapangan Kerja Baru
Setiap tahun, Indonesia menghadapi ketidakseimbangan jumlah angkatan kerja dengan serapan tenaga kerja.
Melalui regulasi ini, diharapkan dapat mempercepat pembukaan lapangan kerja dengan memberi ruang lebih besar bagi investasi.
Meningkatkan Investasi
Indonesia ingin bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand dalam menarik investor asing.
Dan untuk bersaing, Indonesia masih memiliki prosedur perizinan yang berbelit-belit dan memperlambat proses investasi.
Maka dari itu, RUU Cipta Kerja menawarkan perizinan yang lebih ramping dan insentif pajak untuk menarik minat investor.
Meningkatkan Daya Saing Nasional
Daya saing ekonomi tak hanya bicara soal pertumbuhan, tapi juga soal efisiensi.
Cipta Kerja dirancang untuk memangkas birokrasi, memotong izin usaha yang berlapis-lapis, dan digitalisasi layanan pemerintah.
Menyederhanakan Regulasi dan Birokrasi
Dengan ratusan peraturan yang saling tumpang tindih, dunia usaha kerap bingung soal mana yang harus diikuti.
Regulasi ini menyederhanakan aturan supaya pelaku usaha bisa fokus membangun bisnis, dan bukan bergelut dengan urusan administrasi.
Dari tujuan RUU Cipta Kerja, terlihat bahwa dampak kebijakan ini akan sangat besar bagi perekonomian, khususnya ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, begitu disahkan, UU Cipta Kerja langsung menghadapi gelombang kritik dari pelaku ekonomi yang terlibat.
Mengapa RUU Cipta Kerja Menjadi Pusat Perhatian?

Selain baru, RUU Cipta Kerja menarik perhatian karena dampak kebijakan yang luas dan hampir menyentuh hampir semua sektor.
Oleh karena itu, pro dan kontra kebijakan Cipta Kerja pun tidak dapat dihindari.
Dari sisi pemerintah, Omnibus Law dianggap dapat menjadi game changer dalam menghadapi dinamika perekonomian global.
Pada sidang Uji Materiil dan Formil untuk menguji Perkara Nomor 91, 103, 105, 107/PUU-XVIII/2020 dan Perkara Nomor 4 dan 6/PUU-XIX/2021, dikatakan:
Isu ketenagakerjaan ditempatkan pada urutan kedua sebagai salah satu poin penting dalam gagasan Cipta Kerja untuk mengantisipasi dampak negatif era globalisasi.
Namun publik masih merasa kebingungan memahami poin RUU Cipta Kerja karena kurang optimalnya komunikasi regulasi ke hadapan masyarakat luas.
Tidak heran, apabila UU Cipta Kerja mengalami perjalanan panjang sebelum akhirnya resmi disahkan oleh pemerintah.
Klaster-Klaster Utama dalam UU Cipta Kerja
Terdapat lima klaster RUU Cipta Kerja, sekaligus poin bahasan utama regulasi ini. Diantaranya:
Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan klaster RUU Cipta Kerja paling kontroversial dan menjadi sorotan utama dalam UU Cipta Kerja.
Poin RUU Cipta Kerja menyangkut ketenagakerjaan antara lain:
- Perubahan pesangon dan kontrak kerja
- Melonggarkan peraturan outsourcing
- Mengatur standar jam kerja dan cuti
Perizinan Berusaha
Klaster RUU Cipta Kerja terkait perizinan menjadi inti dari deregulasi ini.
Di sinilah konsep penyederhanaan benar-benar ditanamkan, dengan harapan membuat proses berusaha jadi semudah mungkin.
Terutama untuk pelaku UMKM yang selama ini terkendala birokrasi yang rumit dan mahal. Diantaranya:
- Online Single Submission (OSS) untuk mengajukan izin usaha, baik mikro maupun skala besar.
- Klasifikasi perizinan usaha berbasis risiko
Melalui klaster ini, pemilik usaha dapat mengurangi biaya dan waktu untuk mengurus perizinan usaha.
Sistem ini juga dapat memberikan kepastian hukum yang lebih kuat dan mempercepat eksekusi proyek.
Lingkungan Hidup
Inilah klaster RUU Cipta Kerja yang paling menuai pro kontra dari pegiat lingkungan hidup.
Banyak yang menilai bahwa UU Cipta Kerja melemahkan proteksi terhadap alam tanpa pertimbangan ekologis yang memadai, seperti:
- Perubahan pada AMDAL, yaitu hanya usaha berisiko tinggi yang dikenai kewajiban ini.
- Memisahkan izin lingkungan dan izin usaha.
Investasi dan Proyek Strategis Nasional
Klaster RUU Cipta Kerja menaruh perhatian pada investasi, terutama investasi besar yang berkaitan dengan proyek strategis nasional.
Pemerintah ingin memastikan bahwa semua proyek besar berjalan tanpa hambatan, baik dari sisi regulasi maupun pembiayaan.
- Memfasilitasi investasi dan perolehan lahan
- Penguatan peran pemerintah pusat dalam menentukan proyek PSN
Meski proyek strategis ini bisa mendongkrak ekonomi dan membuka lapangan kerja, di sisi lain, risiko konflik sosial dan lingkungan tetap mengintai jika tidak dikelola secara inklusif.
Pertanahan
Pertanahan adalah isu yang sensitif di Indonesia, terutama karena konflik agraria masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.
UU Cipta Kerja menyentuh beberapa aspek penting dalam regulasi pertanahan.
Namun tidak adanya pengakuan eksplisit terhadap hak-hak masyarakat adat menjadi titik kritis dalam regulasi ini.
Ini karena potensi perluasan lahan industri yang dapat menggerus tanah pertanian produktif dapat terjadi kapan saja.
Dampak dan Implikasi UU Cipta Kerja
Setelah membahas poin RUU Cipta Kerja, dampak kebijakan ini tentu dapat terlihat dari empat sisi.
Pertama adalah dampak terhadap dunia usaha dan investor, dampak terhadap pekerja, lingkungan, dan masyarakat umum.
Berikut adalah penjelasan dari Kerjoo.
Dampak Terhadap Dunia Usaha dan Investor
Salah satu sasaran utama dari disahkannya UU Cipta Kerja adalah menciptakan iklim investasi yang lebih ramah, efisien, dan kompetitif.
Tidak mengherankan jika kalangan pengusaha dan investor menyambut baik regulasi ini, karena:
- Kemudahan memulai dan mengembangkan usaha karena adanya sistem OSS.
- Kepastian hukum dan regulasi yang lebih stabil.
- Bertambahnya peluang masuknya investasi asing dan domestik
Dampak Terhadap Pekerja
Dari poin RUU Cipta Kerja, terlihat beberapa dampak bagi pekerja, antara lain:
- Perlindungan hak-hak pekerja
- Fleksibilitas pasar kerja
- Potensi penyerapan tenaga kerja baru
Di sisi lain, bila UU Cipta Kerja berhasil mendatangkan investasi, maka otomatis peluang kerja baru bisa terbuka.
Tapi keberhasilannya sangat tergantung pada implementasi yang adil dan pengawasan yang kuat.
Dampak Terhadap Lingkungan
Tak kalah penting adalah isu lingkungan.
Banyak pihak khawatir bahwa UU ini terlalu fokus pada pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan keseimbangan ekologis.
Pelemahan AMDAL dan penghapusan izin lingkungan sebagai dokumen terpisah dianggap sebagai bentuk deregulasi yang berisiko.
Jika pengawasan tidak diperkuat, risiko kerusakan lingkungan bisa meningkat drastis.
Dampak Terhadap Masyarakat Umum
UU ini tidak hanya menyentuh dunia usaha dan pekerja, tapi juga masyarakat luas, terutama mereka yang bergantung pada layanan publik, sumber daya alam, dan akses tanah.
- Birokrasi dan pelayanan publik menjadi lebih cepat
- UMKM semakin mudah mempermudah izin usaha.
Namun kenyataannya, banyak pelaku UMKM masih belum familiar dengan sistem OSS atau malah belum punya akses ke perangkat digital.
Maka edukasi dan pendampingan harus digenjot agar manfaatnya benar-benar dirasakan.
Implikasi Hukum dan Konstitusional
UU Cipta Kerja juga menimbulkan pertanyaan besar dari sisi hukum dan ketatanegaraan.
Mahkamah Konstitusi bahkan sempat turun tangan karena proses legislasi dinilai bermasalah.
Oleh karena itu, sebelum pengesahan RUU Cipta Kerja telah mengalami beberapa fase, seperti:
- Uji Materi di Mahkamah Konstitusi
- Revisi dan Penyesuaian
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa dalam membuat hukum, proses tidak kalah penting dari isi.
Hukum bukan hanya soal teks, tapi juga soal legitimasi.
Tanpa keterlibatan publik yang luas, sebuah UU bisa kehilangan kepercayaan sosial, meski sah secara hukum.

Kontroversi dan Dinamika Sosial-Politik
Beberapa poin pro kontra yang sering menuai kontroversi antara lain:
- Klaster RUU Cipta Kerja seperti hak-hak pekerja seperti pesangon dan perlindungan dari PHK.
- Poin lingkungan akibat pelemahan AMDAL dan izin lingkungan.
- Belum adanya pengakuan eksplisit terhadap hak masyarakat adat.
- Proses legislasi yang tertutup dan terburu-buru.
Semua ini menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan DPR.
Bahkan banyak masyarakat merasa bahwa suara mereka tidak didengar dalam proses yang menyangkut masa depan mereka.
Di sisi lain, pemerintah dan pendukung UU Cipta Kerja ini menyampaikan argumen yang cukup kuat soal pentingnya reformasi struktural untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
- Cipta Lapangan Kerja di Tengah Krisis
RUU Cipta Kerja merupakan jawaban atas kondisi ekonomi yang stagnan, terutama akibat dampak pandemi. - Investasi Sebagai Penggerak Ekonomi
Tanpa investasi, sulit membangun infrastruktur, membuka pabrik, atau mendigitalisasi UMKM. Karena itu, pemerintah menganggap bahwa insentif bagi investor adalah langkah logis, selama pengawasan tetap dilakukan. - Proteksi Pekerja Tetap Ada
Pemerintah menegaskan bahwa hak-hak dasar pekerja tetap dilindungi, dan malah diperkuat dengan program baru seperti Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
FAQ (Frequently Asked Questions)
Beberapa pertanyaan terkait RUU Cipta Kerja antara lain:
- Apa perbedaan RUU Cipta Kerja dan UU Cipta Kerja?
RUU adalah singkatan dari Rancangan Undang-Undang, yang artinya masih dalam proses pembahasan.
Setelah disahkan DPR dan ditandatangani Presiden, RUU berubah status menjadi Undang-Undang. Jadi, UU Cipta Kerja adalah hasil final dari pembahasan RUU Cipta Kerja.
- Bagaimana UU Cipta Kerja memengaruhi pesangon karyawan?
UU ini memangkas jumlah maksimal pesangon dari 32 bulan gaji menjadi 25 bulan, dengan sebagian dibayar oleh BPJS melalui program JKP. Bagi buruh, ini dianggap sebagai kemunduran perlindungan kerja.
- Apakah perizinan usaha menjadi lebih mudah?
Iya. Melalui OSS berbasis risiko, pelaku usaha hanya butuh Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk memulai usaha, terutama bagi usaha kecil-menengah dengan risiko rendah.
- Apa saja perubahan terkait AMDAL?
Tidak semua usaha wajib menyusun AMDAL.
Hanya usaha berisiko tinggi yang diwajibkan.
Partisipasi masyarakat dalam penyusunan AMDAL juga tidak lagi seketat dulu, yang dikhawatirkan melemahkan perlindungan lingkungan.
- Apakah UU Cipta Kerja berlaku surut?
Tidak. UU ini tidak berlaku surut. Namun, perusahaan atau proyek yang berjalan setelah UU disahkan wajib menyesuaikan dengan aturan baru yang berlaku.
Kesimpulan
RUU Cipta Kerja adalah kebijakan besar yang mengubah regulasi perkonomian dan investasi Indonesia.
Regulasi ini menjanjikan kemudahan usaha, percepatan investasi, dan pembukaan lapangan kerja.
Tapi di balik janji itu, juga muncul kekhawatiran soal pelemahan hak pekerja, perusakan lingkungan, dan marginalisasi masyarakat adat.
UU Cipta Kerja adalah contoh nyata bagaimana hukum bisa memengaruhi kehidupan jutaan orang.
Maka penting bagi kita semua—pekerja, mahasiswa, pelaku usaha untuk terus memantau kebijakan terkait perekonomian Indonesia.
Agar kebijakan sebesar ini tidak hanya menguntungkan sebagian pihak, tapi benar-benar berpihak pada kepentingan umum.
Baca Artikel lain seputar HR dan Karyawan hanya di Blog Kerjoo.