Employee retention dalam konteks HR diartikan sebagai kemampuan perusahaan mempertahankan karyawan bertalenta.
Kegagalan mempertahankan satu karyawan dengan performa tinggi bukan hanya berarti kehilangan tenaga kerja.
Dampaknya bisa berkelanjutan hingga sisi operasional perusahaan.
Meskipun tidak menyebutkan secara tertulis, studi Gallup mengungkap adanya 20% biaya tidak terduga dari kehilangan karyawan.
Biaya ini jauh lebih besar apabila karyawan resign ada di level manajerial atau talenta strategis.
Baca selengkapnya artikel aplikasi absensi online Kerjoo untuk mengetahui apa itu employee retention dan bagaimana strategi yang tepat.
Apa Itu Employee Retention?

Employee retention adalah kemampuan perusahaan dalam mempertahankan karyawan agar tetap bekerja dalam jangka waktu yang panjang.
Istilah ini sering digunakan untuk mengukur efektivitas manajemen SDM dalam menciptakan lingkungan kerja yang mendukung loyalitas karyawan.
Dalam konteks bisnis modern, retensi tidak hanya mengacu pada angka statistik, tapi juga mencerminkan:
- kemampuan perusahaan dalam menciptakan pengalaman kerja yang positif.
- mendukung pengembangan individu, serta
- menyediakan kompensasi yang sesuai.
Employee retention berbeda dengan turnover, meskipun keduanya sering disandingkan dalam laporan HR.
- Employee retention adalah kemampuan mempertahankan, sedangkan turnover merupakan tingkat keluar masuk karyawan.
- Tujuan retensi adalah meningkatkan stabilitas kerja, sementara turnover diukur untuk mengendalikan pergantian.
Meskipun demikian, keduanya memiliki dampak yang hampir sama, yaitu mengorbankan biaya pelatihan, rekrutmen, dan produktivitas.
Tingkat retensi yang tinggi menandakan bahwa karyawan merasa puas dan nyaman bekerja di perusahaan.
Sementara itu, turnover tinggi bisa menjadi sinyal adanya masalah struktural dalam budaya kerja, manajemen, atau sistem kompensasi yang tidak sebanding.
Mengapa Retensi Karyawan Penting?
Alasan mengapa employee retention penting adalah pengaruhnya pada sistem, produktivitas, dan budaya kerja.
Karyawan yang bekerja lebih lama dalam satu organisasi cenderung lebih produktif karena mereka memahami proses, sistem, dan budaya kerja.
Dengan pengalaman yang terus berkembang, mereka bisa menyelesaikan tugas lebih efisien, minim supervisi, dan lebih siap menghadapi tantangan baru.
Sebaliknya, jika perusahaan terus-menerus mengganti staf, waktu dan energi habis untuk proses orientasi dan pelatihan ulang.
Bahkan, tim yang sering kehilangan anggota bisa mengalami stagnasi karena harus selalu beradaptasi dengan anggota baru.
Ini tentu berdampak negatif pada output kerja dan pencapaian target bisnis.
Adapun biaya yang harus dikeluarkan saat seorang karyawan meninggalkan perusahaan antara lain:
- Biaya perekrutan: iklan lowongan, seleksi, dan proses wawancara
- Biaya pelatihan: pelatihan awal dan adaptasi terhadap sistem
- Produktivitas hilang: waktu adaptasi menghambat kontribusi maksimal
- Efek terhadap tim: beban kerja tim meningkat saat posisi kosong
Dengan meningkatkan retensi, perusahaan dapat menghemat biaya-biaya tersebut dan mengalokasikannya untuk program pengembangan SDM yang lebih berdampak.
Tantangan dan Faktor yang Mempengaruhi Retensi

Tantangan utama membangun employee retention adalah persaingan dan isu internal di perusahaan.
Misalnya, meningkatnya praktik talent hijacking, di mana perusahaan lain aktif merekrut karyawan berpotensi tinggi dari kompetitor.
Kondisi ini terutama terasa di industri teknologi, startup, dan kreatif, di mana demand terhadap talenta digital meningkat pesat.
Di sisi internal, tantangan lain berasal dari sistem manajemen yang tidak efektif.
Misalnya, ketidaksesuaian antara ekspektasi dan kenyataan kerja, komunikasi yang buruk antar divisi, serta kurangnya kejelasan karier bisa membuat karyawan cepat kehilangan motivasi.
Isu-isu ini mempercepat keputusan mereka untuk mencari peluang di tempat lain.
Kombinasi tekanan eksternal dan kelemahan internal membuat retensi karyawan menjadi tantangan strategis yang tak bisa dianggap remeh.
Maka dari itu, perusahaan perlu mengenali titik lemah internal dan merespons tren kompetisi tenaga kerja dengan strategi yang adaptif.
Berdasarkan survei dari berbagai lembaga HR, berikut adalah beberapa faktor utama yang memengaruhi keputusan karyawan untuk bertahan atau meninggalkan perusahaan:
- Kompensasi dan benefit: Gaji kompetitif, tunjangan kesehatan, cuti tahunan, dan insentif berbasis performa menjadi dasar keputusan bertahan.
- Kesempatan pengembangan karier: Karyawan cenderung bertahan di perusahaan yang menyediakan jalur karier jelas dan peluang naik jabatan.
- Lingkungan kerja yang sehat: Budaya kerja suportif, komunikasi terbuka, dan nilai keberagaman menciptakan atmosfer kerja yang nyaman.
- Keseimbangan kerja dan hidup (work-life balance): Waktu kerja fleksibel, dukungan untuk kebutuhan pribadi, dan beban kerja yang realistis sangat memengaruhi retensi.
- Penghargaan dan apresiasi: Karyawan ingin dihargai atas kontribusi mereka. Pengakuan tidak hanya harus bersifat materi, tapi juga bisa berbentuk pujian langsung atau peluang pengembangan.
Faktor-faktor ini tidak bisa berdiri sendiri.
Retensi optimal dicapai ketika perusahaan mampu menyelaraskan semua aspek tersebut dalam kebijakan SDM yang berkelanjutan.
Strategi Meningkatkan Retensi Karyawan
Sebagai upaya mempertahankan, tentunya dibutuhkan strategi untuk membuat karyawan mau bertahan di perusahaan.
Ini termasuk:
- sesi onboarding yang terstruktur dan efektif
- pelatihan dan pengembangan karier
- kompensasi dan benefit yang kompetitif
- apresiasi dan penghargaan
- evaluasi dan feedback berkala
Berikut adalah penjelasan dari Kerjoo:
Onboarding Terstruktur dan Efektif
Langkah pertama dalam mempertahankan karyawan dimulai sejak hari pertama mereka masuk.
Onboarding bukan sekadar sesi orientasi, tapi proses strategis membentuk kesan pertama yang mendalam tentang budaya, ekspektasi, dan nilai perusahaan.
Onboarding efektif mencakup:
- Pengenalan terhadap tim dan manajer langsung
- Pelatihan teknis terkait pekerjaan
- Pendampingan dari buddy atau mentor
- Penjelasan struktur organisasi dan misi perusahaan
- Feedback berkala dalam 30, 60, dan 90 hari pertama
Dengan onboarding yang terstruktur, karyawan merasa lebih percaya diri, terhubung secara sosial, dan paham kontribusinya terhadap tujuan perusahaan.
Ini berdampak langsung terhadap loyalitas dan semangat kerja di awal masa jabatan.
Pelatihan dan Pengembangan Karier
Karyawan akan bertahan lebih lama ketika mereka melihat perusahaan mendukung perkembangan profesional mereka.
Pelatihan rutin, akses ke kursus daring, mentoring, hingga program rotasi kerja bisa meningkatkan engagement dan memperluas skill individu.
Program learning & development (L&D) efektif mampu:
- Menjaga motivasi dan rasa ingin tahu karyawan
- Menyediakan jalur promosi internal
- Mengurangi stagnasi dalam peran kerja
Penting untuk melibatkan karyawan dalam menentukan arah pengembangan diri mereka, bukan sekadar mengarahkan top-down.
Ketika merasa diinvestasikan, karyawan akan mengembalikan nilai lebih besar pada perusahaan.
Kompensasi dan Benefit yang Kompetitif
Kompensasi bukan hanya soal gaji bulanan.
Perusahaan yang memiliki strategi total reward yang jelas—meliputi insentif performa, tunjangan kesehatan, cuti melahirkan, fleksibilitas waktu, hingga tunjangan kerja dari rumah—akan lebih mampu bersaing dalam mempertahankan talenta.
Benefit yang relevan dengan kebutuhan zaman seperti:
- Asuransi kesehatan untuk keluarga
- Skema hybrid/remote working
- Subsidi internet dan perangkat kerja
- Tunjangan kesejahteraan mental (konseling psikologis)
Semua elemen ini menjadi penentu keputusan bertahan, terutama bagi generasi Z dan milenial yang kini mendominasi angkatan kerja.
Apresiasi dan Penghargaan untuk Karyawan
Karyawan ingin diakui, tidak hanya secara formal melalui bonus atau promosi, tapi juga secara emosional. Apresiasi bisa dilakukan lewat:
- Pengakuan publik atas pencapaian (employee of the month)
- Ucapan langsung dari atasan
- Kesempatan untuk memimpin proyek
- Surat pujian atau testimoni internal
Perusahaan yang konsisten menunjukkan apresiasi terhadap kontribusi individu cenderung memiliki tingkat retensi lebih tinggi. Budaya menghargai menciptakan rasa memiliki yang kuat dan ikatan emosional terhadap tempat kerja.
Evaluasi dan Feedback Berkala
Retensi yang baik membutuhkan sistem komunikasi dua arah. Perusahaan perlu rutin mengadakan sesi feedback, baik formal melalui evaluasi kinerja maupun informal melalui check-in mingguan.
Manfaat dari evaluasi rutin meliputi:
- Mengidentifikasi masalah sejak awal
- Memberi kesempatan tumbuh melalui umpan balik konstruktif
- Menyesuaikan harapan kerja dengan kenyataan di lapangan
Perusahaan juga perlu mengaktifkan exit interview untuk menggali alasan resign dan memperbaiki kebijakan internal berdasarkan masukan nyata dari mantan karyawan.
Pertanyaan Umum Seputar Employee Retention
Beberapa pertanyaan terkait employee retention
- Apa indikator sukses dari strategi retensi karyawan?
Tingkat retensi di atas 85%, keterlibatan karyawan yang tinggi, dan rendahnya pengunduran diri sukarela merupakan indikator keberhasilan. - Apakah retensi hanya tanggung jawab HR?
Tidak. Retensi adalah tanggung jawab seluruh manajemen, mulai dari tim HR, supervisor, hingga pemilik bisnis. - Berapa idealnya tingkat turnover dalam perusahaan?
Turnover sehat biasanya berada di kisaran 10–15% per tahun. Di atas 20% perlu evaluasi menyeluruh. - Apakah benefit non-finansial penting untuk retensi?
Sangat penting. Faktor seperti fleksibilitas kerja, apresiasi, dan keseimbangan hidup seringkali lebih menentukan daripada gaji semata.
Kesimpulan
Retensi karyawan bukan sekadar upaya mempertahankan tenaga kerja, tetapi investasi jangka panjang terhadap stabilitas dan pertumbuhan perusahaan.
Dengan tingkat retensi yang tinggi, bisnis dapat menikmati efisiensi biaya, produktivitas yang konsisten, serta reputasi yang kuat di mata publik dan calon karyawan.
Dalam era persaingan tenaga kerja yang semakin kompetitif, perusahaan perlu lebih proaktif dalam menciptakan ekosistem kerja yang tidak hanya menarik, tetapi juga mempertahankan karyawan terbaiknya.
Melihat manfaat strategis dari retensi, sudah saatnya perusahaan beralih dari pendekatan reaktif menjadi strategi SDM yang berkelanjutan.
Tidak ada solusi tunggal—retensi adalah hasil dari kombinasi budaya kerja yang sehat, kebijakan yang adil, serta komunikasi yang terbuka antara perusahaan dan karyawan.
Dengan menerapkan langkah-langkah praktis yang telah dibahas, perusahaan dapat memperkuat hubungan dengan talenta terbaik dan menciptakan organisasi yang solid, adaptif, dan tahan banting dalam menghadapi dinamika pasar tenaga kerja.