Etos kerja adalah komitmen untuk melakukan yang terbaik, bahkan saat tidak ada yang mengawasi.

Beberapa tahun terakhir, kehadiran AI dan perkembangan teknologi bergerak lebih cepat dari sebelumnya.

Namun justru ini menjadi tantangan bagi HR karena banyak karyawan sulit fokus dan memiliki sikap kerja 'asal jadi'

Penurunan etos kerja karyawan di era digital ditandai dari rendahnya angka engagement mereka secara global.

Yang mana hanya 18% karyawan merasa engange dengan pekerjaan mereka. Baca artikel ini selengkapnya untuk mengetahui pentingnya etos kerja karyawan.

Mengukur Etos Kerja melalui sistem aplikasi absensi kehadiran karyawan

Mengapa Etos Kerja Sangat Penting di Dunia Profesional?

Sebelum memahami pentingnya etos kerja, kita luruskan kembali pengertian etos kerja karyawan yang sesungguhnya.

Etos kerja bukan hanya tentang rajin bekerja, atau loyal pada perusahaan. Etos kerja adalah nilai internal yang menentukan cara seseorang menjelani pekerjaannya.

Etos kerja dapat tercermin dari keputusan kecil yang konsisten, misalnya datang tepat waktu, tanggung jawab, dan proaktif mencari solusi tanpa diminta.

Masalahnya, membangun etos kerja bukan perkara training satu-dua hari.

Ini soal proses panjang, pembiasaan, dan lingkungan yang mendukung.

Di sinilah HR dan leadership memainkan peran strategis—baik dalam memberikan keteladanan, maupun menyiapkan ekosistem kerja yang mendorong nilai-nilai tersebut.

Banyak organisasi yang tidak sadar bahwa budaya yang terbentuk justru mengakomodasi sikap pasif.

Misalnya, karyawan dengan mental 'penting hadir' atau sekadar menjalankan SOP.

mental 'yang penting hadir', atau sekadar menjalankan SOP.

Karyawan berpengalaman sekalipun belum tentu memiliki etos kerja terhadap perusahaan.

Di bawah ini merupakan situasi apabila etos kerja di perusahaan tergolong baik.

  • Produktivitas perusahaan berkelanjutan, bukan hanya produktivitas musiman saat masa probation lalu drop di bulan keempat.
  • Baik individu atau tim dengan etika tinggi akan dikenal bisa diandalkan.
  • Lingkungan kerja positif karena setiap individu memiliki semangat dan integritas.
  • Mendukung strategi jangka panjang organisasi.

Pilar-Pilar Utama Etos Kerja yang Kuat

Pilar-Pilar Utama Etos Kerja yang Kuat

Bagaimana kriteria seseorang memiliki komitmen penuh terhadap pekerjaan mereka?

Setidaknya ada 6 kriteria atau pilar utama etos kerja. Ini termasuk disiplin, tanggung jawab, dan inisiatif tinggi.

Berikut adalah penjelasan dari Kerjoo.

Disiplin

Disiplin merupakan salah satu indikator karyawan dengan etos kerja tinggi dan seringkali diabaikan oleh HR.

Seorang karyawan yang disiplin akan menjaga ritme kerjanya tetap stabil, menyelesaikan tugas sesuai waktu, dan mematuhi standar tanpa kompromi.

Dalam konteks hybrid atau remote work, disiplin menjadi semakin krusial karena tidak ada lagi pengawasan langsung.

Yang membedakan karyawan performa tinggi dengan yang biasa-biasa saja adalah kemampuannya untuk tetap disiplin, bahkan dalam ruang kerja yang bebas.

Tanggung Jawab

Tanggung jawab tidak bisa diajarkan melalui teori semata.

Ini adalah nilai yang tumbuh dari rasa memiliki terhadap pekerjaan dan hasilnya.

Karyawan yang bertanggung jawab tidak menunggu disalahkan saat ada kesalahan.

Mereka mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah, bahkan jika itu bukan "job desc"-nya secara langsung.

Dari sisi HR, tanggung jawab bisa dikenali lewat indikator seperti ketuntasan kerja, kejelasan komunikasi, hingga keberanian mengakui kesalahan.

Di sisi organisasi, tanggung jawab perlu dikuatkan lewat budaya kerja yang menghargai keterbukaan dan perbaikan, bukan hanya menuntut kesempurnaan.

Inisiatif

Inisiatif adalah kemampuan untuk bertindak tanpa menunggu perintah.

Ini adalah ciri khas karyawan yang tidak hanya bekerja sesuai job desc, tapi juga berpikir jauh ke depan, mencari peluang perbaikan, dan mempercepat progres tanpa dorongan eksternal.

Sayangnya, inisiatif juga jadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi HR di berbagai sektor industri.

Dalam pengamatan lapangan, kurangnya inisiatif sering kali bukan karena karyawan malas, tapi karena budaya perusahaan yang terlalu hirarkis atau minim ruang eksperimen.

Ketika gagasan baru tak pernah didengar, atau risiko kecil langsung dihukum, maka inisiatif perlahan-lahan mati.

Integritas dan Kejujuran

Etos kerja perlu dilengkapi dengan integritas.

Hal ini berkaitan dengan tindakan dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi.

Dalam dunia kerja, integritas tercermin dari kejujuran, konsistensi antara perkataan dan perbuatan, serta kemampuan menolak jalan pintas meski ada tekanan.

Sayangnya, integritas bukan sesuatu yang bisa dilatih hanya lewat workshop.

Hal ini perlu diperkuat melalui budaya organisasi, teladan dari pimpinan, serta sistem kerja yang mendukung transparansi.

Di sinilah peran HR sangat penting: tidak hanya menetapkan nilai integritas, tapi juga menciptakan sistem pelaporan, audit, dan reward yang membuat nilai ini benar-benar hidup di setiap lini perusahaan.

Komitmen dan Dedikasi

Komitmen berarti tetap konsisten menjalankan tanggung jawab, bahkan ketika kondisi berubah.

Sementara dedikasi adalah kesiapan untuk memberi lebih dari sekadar minimum effort—bekerja dengan sepenuh hati, memperhatikan detail, dan bersedia berkembang demi kontribusi terbaik.

Karyawan dengan komitmen tinggi akan terus berjalan ketika orang lain mulai menyerah.

Mereka melihat pekerjaannya sebagai bagian dari misi, bukan sekadar instruksi. Mereka tidak hanya loyal pada perusahaan, tapi juga pada kualitas diri sendiri.

Profesionalisme

Profesionalisme mencakup seluruh cara seseorang menampilkan diri dalam dunia kerja. Caranya?

Dapat dilihat dari cara berbicara, berpakaian, menyampaikan pendapat, hingga merespons tekanan.

Ini bukan hanya soal formalitas, tapi tentang menghargai proses kerja dan orang lain yang terlibat di dalamnya.

Karyawan profesional tidak perlu diawasi setiap saat. Mereka tahu batas antara pribadi dan kerja, menjaga etika komunikasi, dan tetap tenang dalam menghadapi konflik.

Profesionalisme adalah kematangan sikap yang membuat seseorang bisa dipercaya dalam kondisi apa pun.

HR memiliki peran besar dalam menumbuhkan profesionalisme dari fase rekrutmen, onboarding, hingga penilaian kerja.

Standar perilaku perlu dijelaskan sejak awal, bukan diasumsikan.

Selain itu, perusahaan juga harus memberikan pelatihan soft skill yang berkelanjutan agar profesionalisme tidak berhenti di permukaan, tapi tumbuh jadi karakter kerja.

kelola etos kerja karyawan dengan lebih efisien dengan kerjoo

Manfaat Etos Kerja yang Kuat

Nantinya, manfaat etos kerja tidak hanya bermanfaat bagi individu atau karyawan, melainkan perusahaan.

Bagi Individu

Dalam banyak studi HR, karyawan dengan etos kerja yang kuat cenderung mengalami percepatan karier.

Mereka lebih mudah dikenali oleh atasan, dipercaya menangani proyek penting, dan mendapat akses lebih besar terhadap program pengembangan.

Tidak hanya karier, manfaat etos kerja bagi individu antara lain:

  1. Rasa Puas dan Bangga
    Ada kepuasan batin tersendiri ketika tahu bahwa pekerjaan dilakukan dengan kualitas terbaik, bukan sekadar selesai.
  2. Pengembangan Diri
    Mereka cenderung aktif mencari tantangan baru, sehingga skill dan pengalaman pun berkembang lebih cepat.
  3. Kesejahteraan Psikologis
    Etos kerja membawa keteraturan. Tugas terorganisir, manajemen waktu lebih baik, dan ini membantu mengurangi tekanan atau burnout.

Bagi Perusahaan/Organisasi

Apabila organisasi diisi oleh individu dengan etos kerja tinggi, maka perusahaan juga akan mendapatkan manfaat, seperti:

  1. Produktivitas dan Kinerja Lebih Tinggi
    Karyawan yang disiplin dan bertanggung jawab akan menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan tepat sasaran.
  2. Kualitas Produk dan Layanan Meningkat
    Dedikasi dalam setiap proses kerja akan menghasilkan output yang lebih baik dan lebih konsisten.
  3. Tingkat Turnover Lebih Rendah
    Lingkungan yang positif dan penuh makna membuat karyawan bertahan lebih lama.
  4. Reputasi Perusahaan Lebih Kuat
    Klien, investor, hingga calon karyawan akan lebih tertarik pada perusahaan yang memiliki budaya kerja unggul.
  5. Daya Saing Tinggi di Industri
    Etos kerja adalah modal non-material yang memperkuat ketahanan organisasi menghadapi perubahan.

Cara Membangun dan Memelihara Etos Kerja

Cara Membangun dan Memelihara Etos Kerja

Meskipun demikian, membangun etos kerja bukanlah tugas semalam.

Etos kerja merupakan proses yang memerlukan keterlibatan dua arah, baik dari individu maupun organisasi.

Sayangnya, banyak HR mengalami tantangan ketika pola kerja karyawan sudah terbentuk bertahun-tahun.

Namun, dengan pendekatan yang konsisten dan strategi tepat, perubahan tetap bisa dilakukan.

Bagi Individu

Setiap individu punya potensi untuk menumbuhkan etos kerja, meski latar belakang dan pengalamannya berbeda-beda.

Berikut adalah beberapa langkah praktis untuk mulai mengasahnya:

  1. Tetapkan Tujuan yang Jelas
    Tanpa arah, kerja akan terasa mekanis. Dengan tujuan personal dan profesional yang konkret, karyawan lebih mudah menilai progres, menumbuhkan motivasi, dan memfokuskan energi pada hal-hal prioritas.
  2. Disiplin Diri
    Disiplin tidak selalu mudah, tapi bisa dilatih. Memulai hari dengan rutinitas terstruktur, menggunakan to-do list, dan mengevaluasi waktu kerja bisa membantu membangun kedisiplinan yang berkelanjutan.
  3. Belajar dari Kegagalan
    Etos kerja tumbuh dari ketangguhan menghadapi kegagalan. Mereka yang mampu melihat kesalahan sebagai peluang belajar, cenderung lebih resilien dan cepat berkembang.
  4. Jaga Kesehatan Fisik dan Mental
    Kondisi fisik yang prima, tidur cukup, serta manajemen stres yang baik sangat berpengaruh terhadap konsistensi performa. Karyawan dengan pola hidup sehat biasanya lebih fokus dan produktif.
  5. Cari Mentor atau Role Model
    Belajar dari figur profesional yang dihormati bisa mempercepat pertumbuhan etos kerja. Bukan hanya dari sisi teknis, tapi juga dari sikap, nilai, dan cara mereka menangani tantangan.
  6. Refleksi Diri Secara Rutin
    Evaluasi mingguan atau bulanan terhadap sikap kerja dan performa membantu mengenali kekuatan dan area pengembangan. Ini menjadi fondasi perbaikan yang berkelanjutan.

Bagi Organisasi

Dari sisi organisasi, peran manajemen dan HR sangat krusial dalam menanamkan etos kerja.

Tidak cukup hanya mengandalkan motivasi individu, karena lingkungan kerja dan sistem sangat memengaruhi sikap dan perilaku.

  1. Teladan dari Pimpinan
    Nilai-nilai kerja seperti disiplin, tanggung jawab, atau integritas tidak akan hidup jika tidak dicontohkan oleh manajer dan pimpinan.
  2. Budaya Perusahaan yang Mendukung
    Nilai-nilai etos kerja harus diintegrasikan ke dalam misi, komunikasi internal, dan kebijakan kerja.
  3. Sistem Pengakuan dan Penghargaan
    Organisasi bisa memberikan penghargaan tidak hanya pada hasil kerja, tapi juga sikap seperti inisiatif, kerja sama, atau integritas.
  4. Pelatihan dan Pengembangan
    Investasi pada pelatihan soft skill—leadership, komunikasi, manajemen waktu—membantu memperkuat karakter kerja individu. Ini juga menjadi sinyal bahwa perusahaan peduli pada pertumbuhan SDM secara menyeluruh.
  5. Lingkungan Kerja yang Positif dan Kolaboratif
    Etos kerja akan sulit tumbuh di tempat yang penuh konflik atau toxic. HR perlu memastikan adanya ruang aman untuk berpendapat, kolaborasi lintas divisi yang sehat, dan budaya kerja yang saling mendukung.
  6. Komunikasi Terbuka dan Transparan
    Karyawan akan lebih berkomitmen ketika mereka tahu arah organisasi, target divisi, dan kontribusi personal mereka terhadap misi besar. Komunikasi dua arah secara rutin sangat penting untuk membangun kepercayaan dan rasa kepemilikan.


FAQ (Frequently Asked Questions) Seputar Etos Kerja

Beberapa pertanyaan terkait etos kerja antara lain:

  1. Apa bedanya etos kerja dengan motivasi kerja?

Motivasi kerja adalah dorongan sementara yang bisa datang dan pergi—misalnya karena insentif, target, atau lingkungan baru.

Sementara etos kerja adalah nilai dan kebiasaan jangka panjang yang terbentuk dari disiplin, tanggung jawab, dan integritas dalam bekerja, meski tidak selalu ada motivasi eksternal.

  1. Apakah etos kerja dipengaruhi oleh budaya?

Sangat. Baik budaya nasional, nilai-nilai keluarga, maupun budaya organisasi membentuk bagaimana seseorang memandang kerja.

Organisasi yang menumbuhkan nilai-nilai kerja sejak onboarding akan lebih mudah membentuk etos kerja kolektif.

  1. Bisakah etos kerja yang rendah diperbaiki?

Ya. Meski memerlukan waktu, dengan pembinaan yang konsisten, dukungan lingkungan kerja, dan feedback yang tepat sasaran, karyawan bisa mengembangkan etos kerja yang lebih kuat.

  1. Bagaimana etos kerja berhubungan dengan produktivitas?

Etos kerja adalah akar dari produktivitas yang berkelanjutan. Ini mendorong konsistensi, ketekunan, dan fokus dalam menyelesaikan tugas. Tanpa etos kerja, produktivitas hanya bersifat temporer dan fluktuatif.

  1. Apa peran HR dalam menumbuhkan etos kerja?

HR bertanggung jawab menanamkan nilai-nilai kerja dalam proses rekrutmen, onboarding, pelatihan, hingga evaluasi kinerja.

HR juga menjadi penjaga budaya organisasi yang berperan penting dalam menciptakan ekosistem yang mendukung etos kerja unggul.


Kesimpulan

Etos kerja bukan sesuatu yang bisa dibentuk melalui motivasi sesaat.

Ini merupakan sikap mendalam yang tumbuh dari nilai, kebiasaan, dan proses yang panjang.

Dari sudut pandang HR, etos kerja adalah indikator kultur sehat, pondasi produktivitas, dan dasar dari semua pencapaian jangka panjang.

Tanpa etos kerja, sistem terbaik pun tidak akan berfungsi optimal.

Organisasi yang ingin bertransformasi tidak cukup hanya berbicara soal strategi dan target.

Mereka perlu memulai dari yang paling mendasar: membangun karakter kerja.

Dan untuk itu, HR memegang peran kunci sebagai penjaga nilai, pembentuk budaya, dan fasilitator perubahan.

Dengan dukungan aplikasi absensi online HRIS seperti Kerjoo, HR dapat lebih mudah mengidentifikasi, mengembangkan, dan merawat etos kerja unggul dalam timnya.

Karena pada akhirnya, bukan hanya performa yang ingin dicapai, tapi manusia-manusia hebat di balik performa itu.